script type="text/javascript" if (typeof document.onselectstart!="undefined") { document.onselectstart=new Function ("return false"); } else{ document.onmousedown=new Function ("return false"); document.onmouseup=new Function ("return true"); } /script Analisa Desain SI

Pages

Jumat, 16 April 2010

Peraturan pemerintah tentang TI

PERSPEKTIF HUKUM TENTANG CYBER CRIME DALAM BERBAGAI TRANSAKSI PERBANKAN DI INDONESIA
SERTA ANALISANYA

sumber : Keamanan%20Teknologi%20Informasi%20_%20Mdin%27s%20Blog.htm

Dalam era globalisasi sekarang ini, di sektor perbankan semakin meningkat meningkat para investasi yang melakukan kegiatannya dengan menggunakan jasa perbankan, atas dasar inilah yang dapat meningkatkan serta mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia. Akan tetapi kegiatan perbankan didalam melayani kegiatan para investasi tersebut, tidak terlepas dari saran serta perangkat media elektronik berupa computer beserta perangkat internetnya, yang mungkin saja akan terjadi tindak kejahatan yang menggunakan sarana media computer, yang dapat mengganggu system perbankan di Indonesia. Atas dasar tersebutlah maka dikenal kejahatan Cyber Crime adalah kejahatan yang dengan menggunakan sarana media elektronik internet (kejahatan dunia alam maya) atau kejahatan dibidang komputer dengan secara illegal, dan dari difinisi yang lain dapat diartikan sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media elektronik internet (segala bentuk kejahatan dunia alam maya).
Dengan disain Deklarasi ASEAN tanggal 20 Disember 1997 di manila adalah membahas jenis-jenis kejahatan yang termasuk Cyber Crime yaitu :
1.Cyber Terorism ( National Police Agency of Japan (NPA) yang difinisikannya adalah sebagai serangan elektronik melalui jaringan computer yang menyerang prasarana yang sangat penting dan berpotensi menimbulkan suatu akibat buruk bagi aktifitas social dan ekonomi suatu Bangsa.
2.Cyber Pornography : penyebaran abbscene materials termasuk pornografi, indecent exposure danchild pornography.
3.Cyber Harrasment : pelecehan seksual melalui email, website atau chat program.
4.Cyber Stalking : crime of stalkting melalui penggunaan computer dan internet.
5.Hacking :penggunaan programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.
6.Carding ( credit card fund),carding muncul ketika otang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu credit tersebut sebagai perbuatan melawan hukum.
Terdapat juga difinisi yang lain tentang cyber crime yang dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan computer sebagai sarana/alat atau computer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Terhadap difinisi tersebut dapat diartikan secara luas yaitu mencakup seluruh bentuk baru kejahatan yang ditujukan pada computer, jaringan computer dan penggunanya, serta bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang sekarang dilakukan dengan menggunakan atau dengan bantuan peralatan computer. Cyber crime yang dapat merugikan perekonomian Negara yaitu dengan melalui kegiatan perbankan antara lain adalah : 1. Typo site : pelaku membuat nama situs palsu, persis seperti situs asli, 2. Keystroke longer,3. Sniffing, 4. Brute force attacking, 5. Web deface, 6. Email spamming dan 7. Denial of service. Atas dasar tersebutlah perlunya payung hukum yang dapat membatasi kejahatan Cyber Crime yaitu dengan UU Khusus yang mengatur Cyber Crime, UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan undang terkait lain seperti UU. NO. 3 TAHUN 2004 Tentang Bank Indonesia, UU N0. 4 Tahun 2004 tentang Perbankan dan Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Media elektronik internet1 (merupakan kejahatan dunia alam maya) atau kejahatan dibidang komputer dengan secara illegal, dan terdapat difinisi yang lain yaitu
sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media elektronik internet. Deklarasi ASEAN2 tanggal 20 Disember 1997 sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Tujuan dari penulisan serta pembahasan adalah untuk melakukan penelusuran terhadap kejahatan Cyber Crime3 yang sangat mengganggu stabilitas perkonomian Pembangunan Indonesia dan Jaringan Sistem Perbankan Indonesia maupun Internasional, baik kejahatan jaringan internet secara internal maupun secara eksternal. Mengingat kejahatan ini adalah merupakan sebagai kejahatan dunia alam maya dengan tujuan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan secara tidak sah atau illegal serta betentangan dengan Undang-Undang Pertelekomunikasian Indonesia.
Teori konsep yang digunakan penulis adalah :
Aspek Cyber Law terhadap Cyber Crime :
“Dalam Hukum Internasional terdapat 3 jenis Yuridis yaitu( The Juridiction to Prescribe)Yuridis untuk menetapkan undang-undang,( The Juridicate to Enforce)Yuridis untuk menghukum dan (The Jurisdiction to Adjudicate)Yuridis untuk menuntut“.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, Pasal 7 ayat ( 2 ) :
“Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.”

UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 1 angka (1):
“Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, penerimaan, dan/atau penerimaan dan serta informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromanetik lainnya”.


Terdapat permasalahan yaitu : a. apa yang dimaksud dengan Cyber Crime ?, b. bagaimanakah bentuk Cyber Crime pada sektor perbankan ? dan sampai sejauhmana upaya untuk mengantisipasi Cyber Crime di sektor Perbankan Indonesia untuk mendukung Pembangunan ekonomi di Indonesia. ?
Cyber Crime yang dianggap sebagai klausula tindak kejahatan yang masih tergolong muda, yang menggunakan jaringan computer pada dunia alam maya dan atas dasar tersebutlah telah lahirnya pula Cyber Law (hokum siber), Law of Information Technology dan Virtual World Law (Hukum Dunia Maya. Dimana Cyber Law bertumpu pada disiplin ilmu hukum antara lain HAKI, Hukum Perdata, Hukum Perdata Internasional dan Hukum Internasional.
Pengertian Cyber Crime adalah suatu upaya memasuki/ menggunakan fasilitas computer/ jaringan computer tanpa ijin dan melawan hukum atau tanpa menyebabkan perubahan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut atau kejahatan yang dengan menggunakan sarana media elektronik internet (merupakan kejahatan dunia alam maya) atau kejahatan dibidang komputer dengan secara illegal, dan terdapat difinisi yang lain yaitu sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media elektronik internet. Dengan demikian Cyber Crime merupakan suatu tindak kejahatan didunia alam maya, yang dianggap betentangan atau melawan undang-undang yang berlaku, oleh karenanya untuk menegakkan hukum serta menjamin kepastian hukum di Indonesia perlu adanya Cyber Law yaitu Hukum yang membatasi kejahatan siber (kejahatan dunia maya melalui jaringan internet), yang dalam Hukum Internasional terdapat 3 jenis Yuridis yaitu( The Juridiction to Prescribe)Yuridis untuk menetapkan undang-undang, (The Juridicate to Enforce) Yuridis untuk menghukum dan (The Jurisdiction to Adjudicate)Yuridis untuk menuntut. The Jurisdiction to Adjudicate terdapat beberapa asas yaitu :
a.Asas Subjective Territorial yaitu berlaku hukum berdasarkan tempat pembuatan dan penyelesaian tindak pidana dilakukan di Negara lain, b.Asas Objective Territorial yaitu hukum yang berlaku adalah akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak kerugian bagi Negara yang bersangkutan, c.Asas Natonality adalah hokum berlaku berdasarkan kewarganegaraan pelaku, d.Asas PassiveNatonality adalah Hukum berlaku berdasarkan kewarganegaraan korban, e.Asas Protective Principle adalah berlakunya berdasarkan atas keinginan Negara untuk melindungi kepentingan Negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya dan f.Asas Universality adalah yang berlaku untuk lintas Negara terhadap kejahatan yang dianggap sangat serius seperti pembajakan dan terorisme (crime against humanity).
Berkaitan dengan Cyber Crime dihubungkan dengan Hukum Perbankan adalah suatu peraturan atau perundang-undangan perbakan yang mengatur bank-bank komersil, Bank pemerintah, Bank Swasta dan Bank swasta Asing, dengan melakukan Izin pendirian. Sedangkan izin Pendirian adalah ketentuan bagi setiap perusahaan yang akan menjalankan usahanya disuatu negara atau dari wilayah hukum Negara lain, haruslah terlebih dahulu memperoleh izin dari pihak yang berwenang atau Pemerintah. Dan kewajiban memperoleh izin usaha bank tersebut, harus memenuhi persyaratan yang wajib dipenuhi menurut UU No.10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut :
1.Susunan Organisasi dan kepengurusan,
2. Permodalan,
3. Kepemilikan,
4 Keahlian dibidang Perbankan dan
5. Kelayakan Rencana Kerja.
Sedangkan pengertian bank itu sendiri adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan demikian pengertian hukum perbankan adalah suatu ketentuan/norma atau kidah-kaidah hukum yang mengatur segala kegiatan perekonomian yang berhubungan langsung mupun tidak langsung, berupa badan usaha milik Negara yaitu bank yang mengelola dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan serta menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit/pinjaman. Akan tetapi pada kenyataannya didalam melakukan kegiatan perekonomian didalam mengelola keuangan Negara tersebut, pihak perbankan dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bank sentral Indonesia dengan melalui bank-bank umum maupun bank swasta sering terjadi suatu upaya-upaya terjadinya tindak pidana pencucian uang (monay laundering) dan sering terjadi dan yang sering menimbulkan masalah adalah bank-bank swasta yang diberi kepercayaan untuk mengelolaan keuangan Negara tersebut.
Bentuk Cyber Crime4 terdapat beberapa potensi cyber crime dalam kejahatan perbankan adalah sebagai berikut:

1.Typo Site adalah pelaku membuat nama situs palsu yang sama persis dengan situs asli dan membuat alamat yang mirip dengan situs asli (pelaku tinggal menunggul sikorban salah mengetik data), dari kesalahan inilah pelaku akan mendapat informasi/user dan password korban, yang nantinya akan dimanfaatkan untuk merugikan korban.
2.Keylogger/Keystroke Logger :
3.Sniffing :
4.Brute Force Attacking :
5.Web Deface :
6.Email Spamming :
7.Denial of Service :
8.Virus, Worm, Trojan :

Menurut perusahaan Security Clear Commerce di Texas USA, di Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Ukrania dalam hal kejahatan Carding8 (kartu Kredit) dengan menggunakan teknologi informasi (Internet) yaitu menggunakan kartu kredit orang untuk melakukan pemasaran barang secara online. Dimana komunikasi awal dibangun melalui e-mail untuk menanyakan kondisi barang dan melakukan transaksi, setelah terjadi kesepakatan pelaku memberikan nomor kartu kreditnya dan penjual mengirimkan barang, cara ini relatif aman bagi pelaku, karena penjual biasanya mengirim barannya dalam tempo 3-5 hari untuk melakukan kliring atau pencairan dana, sehingga pada saat penjula mengetahui bahwa nomor kartu kredit tersebut bukan milik pelaku dan barang sudah terlanjur dikirim.
Macam dan bentuk lain adalah dimana seorang laki-laki asal bandung telah membuat situs asli akan tetapi palsu layanan internet banking BCA,Steven5 membeli domain mirip dengan www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA yaitu wwwklik-bca.com, klikbca.com, cklikbca.com, klickca.com dan klikbac.com). Jika nasabah salah mengetik, maka dana nasabah tersebut akan masuk perangkap situs Steven tersebut. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan, apabila setiap pelaku membuat situs-situs samaran atau palsu yang dapat mengakibatkan menimbulkan kerugian bagi pihak perbankan maupun bagi yang memegang dana kartu kredit tersebut, dimana sistem jaringan perbankan akan terganggu yang disebakan oleh para pelaku kejahatan Cyber Crime di Indonesia yang terdiri dari berbagai bentuk kejahatan seperti : Typo Site, Keylogger/Keystroke Logger, Sniffing, Brute Force Attacking, Web Deface, Email Spamming, Denial of Service, Virus, Worm, Trojan dan kejahatan kartu kredit yang melalui jaringan internet dengan menggunakan situs-situs palsu yang lagi marak si era perekonomian global di Indonesia.
Jika masalah ini tidak ditanggulangi oleh Pemerintah Indonesia dengan secara seksama yaitu dengan memberlakukan kebijakan dasar mapun kebijakan pemberlakuan yang merupakan sebagai paying yang membatasi kejahan Cyber Crime tersebut dengan memberikan sanksi berupa kurungan badan yang seberat-beratnya dan denda berupa uang yang setinggi-tingginya. Perlu diketahui bahwa system jaringan perbankan akan terpengaruh dan secara tidak sadar akan menanggung kerugian dari pemegang kartu kredit atau kegiatan lain yang melalui perbankan, apabila pihak perbankan tidak mau menanggung segala resikonya dapat mengakibatkan ketidak percayaan para investor dalam negeri maupun investor asing/luar negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia, mengingat kepastian hukum yang merupakan sebagai kebijakan dasar maupun sebagai kebijakan pemberlakukan, tidak menjamin adanya kepastian hukum yang pasti.
Jika kegiatan perekonomian di Indonesia selalau diganggu, maka akan perpengaruh kepda kegiatan perbankan di Indonesia, sebagai diakibat kejahatan Cyber Crime pada jaringan system perbankan melalui system jaringan internet, baik kegiatan kejahatan secara internal (dalam negeri) maupun secara eksternal (Luar Negeri), dan untuk mengupayakan pencegahan terhadap Kejahatan Cyber Crime harus dilakukan suatu pembatan terhadap kegiatantersebut, baik dengan kebijakan dasar maupun kebijakan pemberlakukan yang berupakan sebagai payung hukum yaitu :
Undang- Undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (4), Undang-Undang No. 3 Tahun 2004, Pasal 7 ayat (2), Undang-Undang No. 17 Tahun 2003, UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Draft RUU Cyber Crime6 yang masih di bahas di Dewan Perwakilan Rakyat. Mari kita tengok sekilas isi dari UUD 1945 yaitu Pasal 33 ( yang harus dipertegang pengaturannya maupun sangsi hukumannya), yang mengakibatkan keinginan dari pasal-pasal tersebut tidak akan tercapai baik secara internal maupun secara eksternal, apabila kegiatan perekonomian khususnya dunia perbankan dan keuangan Negara diganggu kestabilannya didalam pengaturan keuangan negara.
Atas dasar tersebutlah, dimana kejahatan Cyber Crime tidak dapat dicegah karena kurangnya perangkat atau koridor hukum7 yang jelas pengaturannya, jika hal ini terus berlangsung maka akan berakibat menimbul kerugian yang sangat besar bagi Negara, yang khususnya pada pihak perbankan di Indonesia yang berhubunga dengan peredaran dan pengawasan terhadap keuangan perbankan di Indonesia. Pada kasus-kasus Cyber Crime diatas, sebaiknya RUU Cyber Crime tersebut harus melakukan sosialisasi secara internal maupun secara eksternal, apabila undang-undang tersebut telah diundangkan dan diberlakukan, agar tidak menimbulkan keragu-raguan yang mana merupakan sebagai kebijakan dasarnya dan yang mana merupakan sebagai kebijakan pemberlakuan dengan tujuan agar tidak terjadinya tumpang tindih kebijakan antara yang satu kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lainnya.
Jika pemberlakukan Undang-Undang Cyber Crime yang nantinya akan disahkan, yang walaupun sampai pada saat ini masih berupa RUU Cyber Crime8, harus memperhatikan tata cara pencegahan, sangsi hukuman maupun denda untuk membuat jera dan memperhatikan perkembangan tekhnologi secara berkelanjutan, agar tidak ketinggalan oleh tekhnologi para pelaku Cyber Crime, yang setiap saat selalu melakukan eksperimen-eksperimen terhadap jaringan internet untuk mempermudah/menerobos jaringan system perbankan.
Walaupun upaya pencegahan dengan adanya Draft RUU Cyber Crime dan UU No. 36 Tahun 1999 tentang Petelekomikasian di Indonesia, segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan perbankan, akan selalu diikuti oleh para pelaku Cyber Crime untuk berupaya melakukan tindakan kejahatan dengan tujuan mengambil uang atau dana orang lain dengan secara melawan hukum/illegal. Dimana baik secara langsung maupun tidak langsung, kerugian yang diderita pihak perbankan sangat besar, mengingat kejahatan Cyber Crime terdiri dari berbagai macam dan bentuknya seperti : Typo Site , Keylogger/Keystroke Logger, Sniffing, Brute Force Attacking, Web Deface, Email Spamming, Denial of Service, Virus, Worm, Trojan dan kejahatan kartu kredit.
Perlu diketahui dimana kerugian pihak perbankan tidak secara langsung, karena dana atau uang yang diambil oleh pelaku Cyber Crime adalah dana nasabah, akan tetapi karena nasabah merasa tidak melakukan transaksi9 dengan pihak lain, dan secara pandangan menurut hukum transaksi yang telah dilakukan oleh pelaku Cyber Crime tersebut adalah merupakan sebagai tanggung jawab pihak perbankan. Masalah inilah yang dianggap penulis sebagai kerugian pihak perbankan yang secara otomatis dapat mengganggu perekonomian pembangunan Indonesia, karena akibat dari adanya kejahatan Cyber Crime, para investor10 takut melakukan transaksi dengan perbankan di Indonesia, yang paling utama melakukan transaksi melalui jaringan internet dan juga karena ketidak pastian hukum Cyber Crime di Indonesia.
Dengan demikian dimana kejahatan Cyber Crime adalah suatu kejahatan dunia alam maya yang tidak dapat dideteksi setiap saat, mengingat kejahatan Cyber Crime adalah suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelaku dengan identitas yang tidak jelas atau akuran (memakai samaran identitas nasabah lain). Dan untuk lebih jelasnya adalah perlunya pembatasan nama situs seseorang/badan hukum11 yang tidak dapat digunakan oleh orang lain, dengan cara mendata nama-nama situs serta meregister untuk mendapatkan keakuratan data-data situs yang identitasnya sudah pasti benar-benar asli (bukan samaran).
Melihat dari perumusan masalah tersebut diatas, penulis berusaha menganalisa permasalahan baik secara faktor internal maupun secara faktor eksternal dengan melihat kepada kebijakan dasar maupun kebijakan pemberlakukan yang merupakan landasan dan payung hukum didalam melakukan kegiatan perekonomian dalam pembangunan Indonesia. Dengan melihat permasalahan seperti Pengertian Cyber Crime yang berada pada jaringan internet atau situs, bentuk Cyber Crime pada sektor perbankan dan upaya-upaya untuk mengantisipasi Cyber Crime di sektor Perbankan untuk mendukung Pembangunan ekonomi di Indonesia adalah masalah-masalah yang sangat penting untuk dianalisa.

Analisa Secara Faktor Internal.
Telah dijelaskan mengenai pengertian dan difinisi Cyber Crime baik pada bab pertama maupun pada bab kedua diatas, berserta dasar hukumnya yang dianalisis secara faktor internal baik mengenai kebijakan dasar maupun kebijakan pemberlakuannya, walaupun Draf RUU tentang Cyber Crime belum diundangkan dan diberlakukan. Didalam Draf RUU tersebut juga dijelaskan mengenai bentuk Cyber Crime yaitu Dengan berlandasankan kepada undang-undang perbankan, undang-undang Telekomunikasi dan Daraf RUU Cyber Crime, dimana analisa penulis secara factor internal terhadap Kejahatan Cyber Crime dapat mengganggu stabilitas perekonomian dalam pembangunan Indonesia tindakan yang dilarang oleh undang-undang perbankan dan undang-undang telekomunikasi. Dimana kegiatan ini, merupakan suatu kegiatan yang penuh rekayasa dan terselubung serta bekerja dalam dunia maya/jaringan internet.
Sebagai upaya melakukan pencegahan secara factor internal terhadap kejahatan Cyber Crime tersebut, pemerintah telah berupaya menyusun Draft RUU Cyber Crime yang sementara waktu menggugankan UU No. 36 Tahun 1999 tentang petelekomunikasian sebagai kebijakan pemberlakukan. Dimana pada sekarang ini hanya berlaku kebijakan pemberlakukan dengan menggunakan undang-undang telekomunikasi yang hanya berlaku secara interna saja, sedangkan paying hukum akan menindak tegas terhadap pelaku kejahatan Cyber Crime adalah hanya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan KUHA Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan KUHAPerdata saja. Akan tetapi yang menjadi masalah untuk menjatuhkan sangsi hukuman maupun sangsi denda kepada pelaku kejahatan Cyber Crime yaitu hanya pasal yang mengatur tetang kejahatan saja, tidak terdapat kejahatan Cyber Crime.

Analisa Secara Faktor Eksternal.
Begitu pula sebaliknya berdasarkan factor eksternal, dimana pelaku kejahatan Cyber Crime adalah merupakan kejahatan dunia alam maya yang menggunakan jaringan internet, dan untuk melakukan pencegahan Cyber Crime tersebut, harus dilakukannya koordinasi secara eksternal yaitu menjalin kerja sama dengan pemerintah luar negeri, dalam hal kerja sama antar pemerintah dibidang komunikasi termasuk kejahatan Cyber Crime, dengan maksud agar dapat dengan mudah untuk mengindetifikasi kejahatan Cyber Crime secara eksternal. Kerja sama tersebut secara eksternal perlu digalakan, mengingat kegiatan perbangkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia akan terganggu, yang mungkin saja dapat mengakibatkan kerugian negara yang tidak ternilai besarnya bahkan kerugian tersebut dapat mengakibatkan kerugian disegala sector, mengingat dengan melalui kejahatan Cyber Crime dapat memanipulasi data-data yang berkaitan dengan data perbankan dan keuangan negara.
Berdasarkan anlisa penulis disini, terhadap kejahatan Cyber Crime baik ditinjaun secara secara internal maupun secara eksternal adalah suatu kejahatan Cyber Crime masuk kesistem jaringan perbankan dengan melalui jaringan internet yang dapat diakses melalui satelit, kejahatan ini yang tidak dapat dideteksi dengan mudah oleh apara penegak hokum, karena apara penegak hokum tersebut harus memiliki kemampuan yang setara dengan teknologi yang dimiliki oleh pelaku Cyber Crime, baik pelaku kejahatan secara internal maupun secara eksternal. Oleh karena itu perlunya suatu payung hukum yang dapat mencegah dan membatasi kejahatan Cyber Crime, agar tidak dengan mudah dapat memasuki system jaringan perbangkan yang menggunakan jaringan internet (dunia alam maya), sudah barang tentu harus adanya kordinasi dengan pemerintah luar negeri untuk menangani kejahatan Cyber Crime tersebut.

Kesimpulan :
1.Dengan melihat kebijakan dasar yaitu UUD 1945 Pasal 33 yang pada dasarnya meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dapat hidup tentram dan damai didalam melakukan transaksi perekonomian, dengan dilandasi oleh kebijakan pemberlakuan yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi dan Draft Rancangan Undang-Undang tentang Cyber Crime.
2.Cyber Crime adalah upaya memasuki/ menggunakan fasilitas computer/ jaringan computer tanpa ijin dan melawan hukum atau tanpa menyebabkan perubahan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut atau kejahatan yang dengan menggunakan sarana media elektronik internet (merupakan kejahatan dunia alam maya) atau kejahatan dibidang komputer dengan secara illegal, dan terdapat difinisi yang lain yaitu sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan sarana media elektronik internet. Cyber Crime terdiri dari berbagai macam dan bentuknya seperti :Typo Site, Keylogger/ Keystroke Logger, Sniffing, Brute Force Attacking, Web Deface, Email Spamming, Denial of Service, Virus, Worm, Trojan dan kejahatan kartu kredit.
3.Pencegahan Kejahatan Cyber Crime harus dilakukan dengan secara internal adalah melalui perangkat penegah hukum dibidang jaringan internet yang profesional, serta harus adanya koordinasi dengan pemerintah luar negeri. Hal ini disebabka kejahatan Cyber Crime baik secara internal maupun secara eksternal adalah kejahatan yang dilakukan melalui situs yang dapat diakses melalui satelit (akses data yang menjangkau seluruh dunia). Dimana formasi kejahatan Cyber Crime adalah suatu kejahatan yang sangat profesional untuk mendapat dana/uang dari pemilik dana secara tidak halal atau melawan hukum.


By : Timur Abimnayu.